"Yaa Sayyidi Yaa Rasulullah.mp3"

Hikmah Isra’ Mi’raj

>> Minggu, 12 Juni 2011

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

 "Maha Suci Alloh yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (Al Isroo', 17 : 1)

Momen peringatan hari-hari besar Islam seringkali diperingati, namun terkadang karena kurang pada tempatnya dalam menempatkan posisi akal untuk memahami hal yang bersifat ghoib, maka seringkali kita akhirnya tidak bisa memetik hikmahnya. Padahal, masalah keimanan itu selalu berkaitan dengan hal yang ghoib.

Alloh SWT berfirman: "الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ" (Al Baqoroh, 2 : 3)

Dinamakan sesuatu itu ghoib manakala tidak bisa direkam oleh indra kita, dan tidak bisa diolah oleh akal. Maka dari itu, peristiwa Isro Mi'roj ini termasuk dalam perkara yang ghoib yang harus diterima oleh keimanan terlebih dahulu sebelum akal.

Ketika peristiwa Isro Mi'roj terjadi, maka pada saat itu sempat menghebohkan, bahkan sempat pula melahirkan tuduhan orang-orang musyrikin yang semakin gencar yang menuduh Nabi Muhammad SAW itu adalah orang gila.

Hal ini juga sempat mempengaruhi orang-orang Islam pada saat itu. Ketika berita ini sampai kepada Abu Bakar Shidiq Ra dan ummat meminta bagaimana pandangan Beliau, maka hanya satu pertanyaan yang Beliau ajukan kepada para sahabat, "dari mana kalian mendengar terjadinya peristiwa ini ? Kata para sahabat, kami mendengar dari Rosululloh SAW. Lalu Abu Bakar Ra mengatakan, kalau dalam hal ini yang mengatakan Rosululloh SAW, maka kalian tinggal meyakininya saja.

Kendati sudah jelas masalah Isro Mi'roj ini berkaitan dengan masalah keimanan, namun kita tetap masih saja bisa menyaksikan tidak sedikit di antara saudara-saudara kita yang tertarik untuk tetap mempersoalkan peristiwa Isro Mi'roj ini dengan pendekatan akal.

Sebenarnya tidaklah salah sepenuhnya, tetapi karena kurang tepatnya kita dalam menempatkan posisi akal. Maka seringkali kita tidak dapat mencapai hikmah dari peristiwa Isra' mi'raj. Yang masih sering kita persoalkan hanya apakah peristiwa Isro Mi'roj Rosululloh SAW itu hanya sekadar ruh Beliau, ataukah ruh sekaligus jasadnya ? Kalau dikatakan kepada mereka bahwa peristiwa ini hanya ruh Nabi Muhammad SAW, maka di mana letak kebesaran peristiwa itu karena terkesan hampir tidak jauh berbeda dengan mimpi. Tapi kalau dikatakan bahwa peristiwa itu terjadi bukan hanya ruh Nabi Muhammad SAW  saja, tapi ruh sekaligus dengan jasadnya, maka akan timbul pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi ? Bagaimana mungkin Nabi Muhammad SAW itu bisa pergi-pulang Isro dari Masjidil Harom (Mekah) ke Masjidil Aqsho (Yerusalem) yang kemudian mi'roj melewati sekian lapis langit untuk sampai ke Sidrotul Muntaha hanya ditempuh dalam waktu satu malam ?  Padahal menurut  penelitian, bila saja manusia keluar dari perut bumi ini tidak mungkin bisa hidup jika tidak dibekali oksigen. Sementara tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW itu dalam Isro Mi'roj-nya dibekali tabung yang berisi oksigen. Kalau kemudian dikatakan bahwa hendaknya ini tidak diukur dengan kemampuan manusia bernama Muhammad, tetapi hendaknya diukur dengan pendampingnya adalah Malaikat Jibril yang notabene malaikat yang diciptakan dari cahaya, sedangkan kecepatan cahaya saat ini sudah bisa diukur oleh manusia. Hal ini pun tidak mungkin karena perjalanan sejauh itu hanya ditempuh dalam satu malam.

Semua ini terjadi semata-mata karena merupakan pendekatan akal belaka yang diutamakan, inilah merupakan penyakit kronis dari sebagian kehidupan masyarakat kita saat ini yang hanya sibuk mendiskusikan ayat – ayat Allah tapi tidak mengamalkannya dengan mendahulukan iman.  

Pendapat sebagian besar ulama menyatakan, bahwa peristiwa ini terjadi sekaligus ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW. Alasan yang mendasarinya karena memang sangat jelas ayatnya menyatakan, Subhaanalladzii asroo bi 'abdihii. Pengertian Abdun pada ayat ini adalah hamba. Adapun yang dinamakan seorang hamba Alloh berarti termasuk ruh dan jasadnya. Demikian pula, diri kita ini termasuk hamba Alloh yang tentunya termasuk juga di dalamnya ruh dan jasad kita.

Andaikata yang di-Isro  Mi'roj-kan itu hanya ruh Nabi Muhammad SAW saja, maka ayatnya akan berbunyi, subhanaalladzii asroo bi ruuhi 'abdihii, Mahasuci Alloh yang telah meng-Isro-kan ruh hambanya yang berarti tidak dengan jasadnya. Dan, seandainya memang yang di-Isro Mi'roj-kan oleh Alloh itu hanya sekadar ruh Nabi Muhammad SAW saja, maka tidak akan terasa pernyataan Alloh SWT dalam lanjutan ayat-Nya  yang menyatakan, "li nuriyahuu min aayaatinaa" (Untuk Kami tunjukkan kepada manusia tanda-tanda kekuasaan Kami).

Kini, yang terpenting bagi kita, adakah yang bisa kita petik hikmahnya di balik peristiwa Isro Mi'roj ini ?

Sebenarnya ada sesuatu yang bisa kita petik hikmahnya dari peristiwa ini. Bagi kita sebagai seorang mu'min adalah kita yakin bahwa segala sesuatu yang mustahil menurut akal kita, itu tidak mustahil menurut Alloh Yang Maha Kuasa.

Hikmahnya bagi kita adalah, rasa optimis mesti selalu ada pada diri kita. Sehingga kalau kita dihadapkan pada suatu masalah yang sudah buntu atau tidak mungkin menurut akal kita, tetap saja kita "tidak akan" pesimis, "tidak akan" sampai putus asa.

Alloh SWT telah mengingatkan kita melalui firman-Nya: "Jangan sekali-kali kamu berputus asa dari rahmat Alloh, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Alloh melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf, 12:87).

Dalam ayat ini rasa putus asa itu identik dengan kekafiran. Sebab orang yang putus asa itu berarti dia sudah tidak beriman atau tidak meyakini lagi bahwa Alloh Yang Maha Kuasa dapat mengubah segala sesuatunya.

Padahal, tidak ada yang mustahil jika Alloh SWT menghendakinya. Alloh SWT berfirman: "Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanya berkata kepadanya "kun"(jadilah) maka jadilah ia"(QS. Yaasiin, 36:82).

 Paling tidak, ada "tiga" hal yang bisa kita petik hikmahnya dari peristiwa ini.

Hikmah pertama adalah masalah keimanan, yakni menambah keyakinan kita kepada Alloh SWT bahwa Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hikmah kedua, kita mesti memahami "hasil" yang dibawa dari perjalanan peristiwa ini adalah diperintahkannya kita menegakkan sholat fardhu lima waktu. Manakala Alloh memerintahkan ibadah lain selain sholat, maka Alloh cukup berfirman kepada Rosululloh SAW baik itu langsung wahyu atau pun melalui perantara Malaikat Jibril. Tapi, ketika Alloh SWT akan memerintahkan sholat, Rosululloh SAW terlebih dahulu harus di-mi'roj-kan untuk langsung bertemu dengan-Nya dan menerima perintah-Nya. Ini bermakna betapa pentingnya perintah sholat lima waktu bagi kehidupan kita.  Maka Rosululloh SAW dalam sebuah haditsnya pernah menyatakan, sholat itu adalah mi'rojnya orang-orang mu'min. Artinya sholat yang kemudian diperintahkan oleh Alloh SWT kepada kita ummat Islam melalui Rosululloh SAW dengan peristiwa Isro Mi'roj itu dijadikan sarana untuk kita bisa mi'roj sehari lima kali untuk menghadap Alloh SWT. 

Dan hikmah ketiga, adalah hendaknya kita semua mesti mau memperbaiki diri dan berkaca kepada setiap musibah dan bencana yang sering terjadi. Bukan hanya bencana alam saja yang bisa kita resapi dan kita maknai, melainkan bencana moral yang telah banyak melenceng baik dari tata kehidupan para pejabat eksekutif, yudikatif maupun legislatif hingga masyarakat biasa telah banyak terefleksi dan sungguh telah jauh berpijak dari rel-rel kehidupan yang baik dan hakiki sesuai syariat Islam. 

Semoga ketiga hikmah di atas menjadi pijakan kita untuk melangkah ke depan yang penuh makna dalam menjalani sisa-sisa hidup kita yang semakin hari tanpa disadari jatah usia kita semakin berkurang. 

Wallohu a'lam bish-showab.

0 komentar:

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP