Belajar hidup zuhud
>> Senin, 10 Oktober 2011
Pada suatu hari seorang murid berjumpa dengan Asy-Syeikh, lalu memintanya agar mengajariku berzujud. Lalu beliau berkata kepadaku: "Kalau engkau ingin menjadi muridku dalam berzuhud, jangan hendaknya engkau meminta sesuatu dari seseorang, andaikan pemberian itu datang tanpa engkau minta juga jangan hendaknya engkau terima". Sehingga engkau meyakini, bahwa hanya Allah-lah yang menjadi segala sumber dari apa-apa yang engkau miliki, bukan yang lain ! Dalam hatiku aku berkata :"Nabi sendiri menerima hadiah dan beliau juga bersabda apa yang datang kepadamu tanpa engkau minta, maka terimalah !". Maka Syaikh berkata :"Nampaknya seolah-olah engkau berkata bahwa Nabi saw. menerima hadiah dan Nabi bersabda :"Apa yang mendatangimu tanpa engkau minta maka terimalah !". Tapi ingatlah anakku, "Katakanlah Aku hanya memperingati kamu dengan wahyu" (Al-Anbiya' 21:45). "Lalu sejak kapan Allah memberi wahyu kepadamu ?" "Jika engkau hendak meneladani Rasulullah dalam hal menerima, maka teladani pula perasaan yang terkandung dalam hati beliau dikala menerima pemberian itu. Rasulullah saw. mau menerima sesuatu karena beliau handak memberi kesempatan kepada si pemberi untuk menerima pahala dari pemberiannya dan Rasulullah pun berdoa agar Allah memberikan penggantian bagi sang pemberi. Jika jiwamu sudah suci dari najis dan sudah bersih dari segala kotoran, sudah suci dari nafsu ingin diberi, sudah suci dari nafsu ingin mendapatkan yang orang lain miliki, barulah engkau diperbolehkan, menerima hadiah, kalau belum, maka jangan engkau lakukan". Keterangan : Perawi hadis Ibnu Majah mengisahkan, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang jika aku lakukan, maka aku akan dicintai oleh Allah dan juga oleh manusia.'' Rasulullah menjawab, ''Berlaku zuhud-lah kamu terhadap kenikmatan dunia niscaya kamu akan dicintai Allah, dan berlaku zuhud-lah kamu di tengah manusia niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.'' "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Quran surat Al-Hadiid ayat 20-23) Dari ayat itu juga, kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud tidak mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat dunia –yang bersifat sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya ketika manusia mencintanya– dan hakikat akhirat –yang bersifat kekal, baik kenikmatannya maupun penderitaannya. Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna dan hakikat zuhud. Banyak orang yang salah paham terhadap zuhud. Banyak yang mengira kalau zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal. padahal tidak demikian. Secara etimologi, zuhud adalah menjauhkan diri dari sesuatu karena menganggap hina dan tidak bernilai. Bagi para sufi, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup walaupun sudah jelas kehalalannya. Rasulullah saw. bersabda, "Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takuti atas kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakannya dunia bagi kalian sebagaimana telah dibuka bagi umat sebelum kalian. Kemudian kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan mereka." (Muttafaqun 'alaihi) Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud. Secara syar'i, zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan. Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu: Imam Ahmad mengatakan, "Zuhud ada tiga bentuk. Demikianlah orang-orang zuhud, sampai Abu Bakar berkata, "Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami." (sumber note teman FB)
0 komentar:
Posting Komentar