"Yaa Sayyidi Yaa Rasulullah.mp3"

Pentingnya berMadzhab

>> Senin, 21 Maret 2011

Secara bahasa arti madzhab adalah tempat untuk pergi. Berasal dari kata dzahaba - yadzhabu - dzihaaban . Madzhab adalah akar kata tersebut.

Sedangkan secara istilah, madzhab adalah sebuah metodologi ilmiyah dalam mengambil kesimpulan hukum dari kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Nabawiyah. Madzhab yang kita maksud di sini adalah madzhab fiqih.

Banyak orang salah sangka bahwa adanya madzhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte. Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermadzhab, bahkan ada yang sampai anti madzhab.

Penggambaran yang absurd tentang madzhab ini terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat madzhab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Madzhab-madzhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau perseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam.

Sesungguhnya berpegang teguh pada madzhab tertentu (baca; madzhab yang empat) bisa memudahkan untuk memahami hakikat agama, memudahkan pengertian dan bisa mendorong seseorang untuk lebih bisa men-tahqiq (mendalami secara detail) masalah-masalah syari'at. Dan karena alasan di atas, maka Ulama Salaf dan para masyayikh kita dulu semua bermadzhab.

Kalau ada seorang yang anti madzhab dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah madzhab baru, Sebab yang namanya madzhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang berupaya untuk memahami ke dua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermadzhab, tidak ada di dunia ini orang yang tidak bermadzhab. Semua orang bermadzhab, baik dia sadari atau tanpa disadarinya.
Seseorang boleh mendirikan madzhab sendiri, asalkan dia mampu meng-istimbath (menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah.
Perumpamaan masalah ini seperti kita akan menuju suatu tempat(tujuan seseorang beragama), dengan jalan yang sama (yaitu al-qur'an dan as sunah), tinggal memililih mobil (madzhab) apa, Honda , Suzuki, Daihatsu, Toyota, atau merk lain yang sudah ada dipasaran atau mau membuat sendiri mobilnya, tentu saja rasanya terlalu mengada-ada kalau harus membuat dulu mobil sendiri. Bahkan seorang professor ahli mekanik sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa merepotkan diri bikin mobil, lalu apa salahnya mobil yang sudah ada untuk diamalkan dan dikembangkan.
Meninggalkan madzhab-madzhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik. Akan tetapi boleh saja kalau ada seseorang yang secara khusus belajar syari'ah hingga ke derajat yang jauh lebih dalam lagi daripada Imam – imam pendiri mazhab yang ada, lalu suatu saat merumuskan madzhab baru dalam fiqih Islami.

Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi'iyah. Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama besar lainnya seperti . Imam Bukhori yang Ahli Hadits madzhab fiqhnya mengikuti Imam Syafi'i. beliau mengambil madzhab Syafi'iy dari Imam Humaidi, Imam Za'farony dan Imam Karabisy. Begitu juga Imam Ibnu Huzaimah dan Nasa'i juga bermadzhab Syafi'i.  Dan Imam Junaidi Al Baghdadi bermadzhab fiqh kepada Imam Ats-Tsauri. Imam Sibli Bermadzhab Syafi'iy, Imam Muhasibi bermadzhab Syafi'iy, Imam Al Jariri bermadzhab kepada Imam Hanafi, Syekh Abdul Qodir Al Jailany bermadzhab kepada Imam Hanbali serta Imam Abu Hasan Ali As-Syadzili bermadzhab fiqh kepada Imam Maliki.


 


 


 


 


 


 


 


 

0 komentar:

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP