Mengapa TAHLIL / YASINAN & HAUL ditolak.
>> Rabu, 17 November 2010
Di bawah ini beberapa alasan yang sering disebutkan untuk menolak Majelis TAHLIL / YASINAN & HAUL:
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya". (An-Najm:39).
Persoalannya adalah, apakah benar bacaan Al-Qur'an dan doa bagi orang yang bertahlil akan sampai kepada mayit dan diterima oleh Allah sebagai amal pahala ataukah bacaan (hadiah pahala) tersebut tidak berguna bagi mayit dan tidak diterima oleh Allah SWT sebagai pahala bagi mayit?
Kita akan bahas secara detail Jaiz nya majelis Tahlil / Haul dan dalil-dalil serta hujjah di perbolehkannya majelis tersebut sekaligus menjawab ke 6 tuduhan dari orang-orang yang menolak.
1. Membaca Al-Qur'an / Doa, Mengirim Pahala Doa Tersebut Kepada Mayit.
Seperti telah diutarakan di atas bahwa salah satu bagian dari majelis Tahlil adalah dengan membaca Al-Qur'an dan berdoa mengirim / menghadiahi Pahala bacaan Al-Qur'an dan doa tersebut kepada mayit (arwah yang meninggal dunia), apakah bacaan Al-Qur'an baik surah Al Fatihah ataukah Surah Yasin dan surah surah lain lainnya.
Cukuplah menjawab semua tuduhan dan alasan mereka itu dengan Firman Allah SWT berikut.
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَٮٰكُمۡ
"Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal."(QS Muhammad 47: 19)
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٲتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki" (QS. Al Imran : 169)
Hidup dari maksud ayat di atas adalah hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah.
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٲنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَـٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِى
قُلُوبِنَا غِلاًّ۬ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ۬ رَّحِيمٌ
(١٠)
"dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Hasyr 59: 10)
Sebetulnya cukuplah ke ketiga firman Allah SWT di atas menjawab semua (kelima) keraguan mereka di atas, namun kami akan ulas lebih panjang lagi bagaimana pandangan serta pendapat para ulama ke 4 mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali) terhadap Majelis Tahlil ini. Salah satu dari ke lima (5) alasan mereka di atas, bahwa doa dari kerabat atau orang lain tertolak dan tidak di terima oleh sang mayit dengan dalil di bawah ini:
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
"Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan".
(QS An-Najm 53: 39)
Ayat tersebut di atas digunakan oleh mereka sebagai dalil untuk mengingkari majelis Tahlil ini, namun kami akan jelaskan dengan terperinci soal ayat ini dan juga akan kami sertakan hadist-hadist yang membolehkan / memberikan hadiah pahala bagi mayit.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut (Surat An-Najm
ayat 39) diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; "Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat".
Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang lain, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain. Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakannya, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do'a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut (Ayat ke 39 Surat An-Najm) telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:
"Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surah At-Thuur: 21.;
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬ۚ كُلُّٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬
(٢١)
"dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (At-Thuur 52:21)
Maksud ayat di atas adalah: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga. Bahkan Menurut ar-Rabi', yang dimaksud oleh Firman Allah, "Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan". (QS An-Najm 53: 39), yang dimaksudkan adalah "Orang Kafir". Sedangkan orang mukmin selain memperolah apa yang diusahakannya sendiri, juga memperoleh apa yang diusahakan orang lain.
Jika mereka masih menolak dengan pendapat para Imam terdahulu yang mana derajat dan kefaqihan ilmunya melebihi mereka (kelompok yang menolak) maka kami menganjurkan mereka untuk membaca Surah An-Najm tersebut pada 3 ayat sebelum ayat 39, yakni ayat 36, 37, 38 pada surah An-Najm tersebut.
أَمۡ لَمۡ يُنَبَّأۡ بِمَا فِى صُحُفِ مُوسَىٰ (٣٦)
وَإِبۡرَٲهِيمَ ٱلَّذِى وَفَّىٰٓ (٣٧)
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ۬ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ (٣٨)
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ (٣٩)
36. Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa?
37. Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?
38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
39. Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan". (QS An-Najm 53: 36-39)
Yang mana syariat pada ayat di atas (Surah An-Najm ayat 36-39) di atas di khususkan untuk ummat Nabi Musa a.s dan Nabi Ibrahim as. dan ayat tersebut bukan untuk syariat ummat Nabi Muhammad saw. Untuk dapat melihat isi ayat dan makna ayat secara keseluruhan (dhahir maupun makna) ayat tersebut dan bukannya hanya sebagian-sebagian saja.
Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW: "Barangsiapa menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapatnya atau tanpa dilandaskan dengan ilmu maka silahkan mengambil tempatnya di neraka". Naudzubilamindzalik
Pengiriman hadiah pahala bagi mayit ini sunnah secara syariat sebagaimana Rasulullah saw. mencontohkan dan membolehkannya, ketika salah seorang yang menemui Rasulullah SAW dan bertanya tentang suatu hal sebagaimana teriwayat dalam hadist berikut:
Memang hadist di atas adalah berhubungan dengan sedeqah jariyah bagi si mayit namun jelas sekali kejadian di atas adalah ketika orang tua dari sang lelaki itu telah meninggal, bukan ketika orang tua masih hidup pada saat sang anak menyedekahkan harta sang Ibu dan pahalanya bagi orang tua mereka. Jadi jelaslah bahwa sang anak mensedeqahkan harta dari orang tuanya dan mengirim/ menghadiahkan pahala sedeqah tersebut bagi orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Banyak hadist hadist dari Rasulullah saw. dan riwayat sahabat r.a. yang nyata dan kuat membolehkan mengirim pahala bagi mayit khususnya lewat bacaan Al-Qur'an, doa dan sedeqah adalah dari hadist-hadist berikut ini :
Hadits-hadits di atas dijadikan dalil oleh para ulama salaf dan kalaf untuk menfatwakan kebolehan mengirim / menghadiahkan pahala baik sedeqah, bacaan Al Qur'an dan mendoakan bagi mayit.
Imam Muhibbuddin Ath-Thabari berkata:"Arti mayit adalah seseorang yang telah di cabut nyawanya adapun yang menyatakan arti mayit adalah orang yang sekarat, pendapat ini tidak berdalil."
Mengenai hadist membacakan Yasin, Imam Ahmad menyatakan dalam musnadnya: "Dari Abu Mughirah berkata: "Sofyan yaitu Ibnu Amru berkata kepadaku: "Para guru besar bercerita kepadaku: "Bahwa mereka pernah mendatangi Adhif bin Harits Ats-Tsimali saat beliau sedang sekarat, lalu beliau berkata: "Apakah di antara kalian ada yang mau membaca Yasin?," kemudian Saleh bin Syuraih As-Sukuni mulai membacanya sampai berulang kali, ketika mencapai pada hitungan keempat puluh Adhif meninggal dunia, mereka para guru besar berkata; "Jika surat Yasin dibacakan pada orang yang sekarat ia akan diringankan bebannya berkat surat Yasin. (disebutkan dalam kitab Fathur Rabbani 18/253)." Adhif ini ada yang menyatakan ia seorang sahabat, ada yang menyatakan ia seorang tabi'in tetapi yang benar adalah pendapat pertama, selain itu juga dinyatakan dalam kitab Al-Isabah: "Hadist dengan sanad yang hasan.")
Ibnu Hibban meriwayatkan dalam shahinya dari Jundub bin Abdillah ra. berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Surat Al-Baqarah adalah puncak tertinggi Al-Qur'an, setiap ayat yang diturunkan disertai oleh delapan puluh malaikat, sedangkan ayat kursi dikeluarkan dari perbendaharaan Arasy dan digabung dengannya, sedangkan surat Yasin adalah inti Al-Qur'an tidaklah seseorang membacanya hanya karena Allah dan akhirat melainkan ia diampuni dan bacalah Yasin untuk orang-orang yang telah meninggal diantara kalian." (HR. Ibnu Hibban, HR. Ahmad dalam musnadnya V/26)
Imam Dailami menyebutkan hadist sanadnya kepada Abu Darda ra. :"setiap mayit yang dibacakan surat Yasin untuknya, maka Allah akan meringankan bebannya." (Musnad Firdaus IV/32)
Mengenai hadist, "Bacakanlah Surah Yasin untuk orang yang meninggal dunia." Al Imam Qurthubi mengatakan bahwa hal ini mencakup bacaan ketika orang akan mati dan juga bacaan di kuburannya.
Lebih lanjut lagi Al Imam Qurthubi mengatakan, bahwa pernah juga dikatakan, bagi pembacanya akan mendapatkan pahala bacaan Al-Qur'an itu, sedangkan bagi orang yang sudah meninggal akan mendapatkan pahala karena mendengarkan. Allah SWT berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُ ۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ (٢٠٤)
"Apabila dibacakan Alquran, dengarkanlah baik baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat". (QS : al-A'raf:204)
Maksudnya: jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al Quran.
Selanjutnya Al-Imam Qurthubi mengatakan, "Diantara kemurahan Allah SWT adalah ketidakmustahilan bagi-Nya untuk memberikan pahala bacaan Alquran dan pahala mendengarnya sekaligus, serta menyampaikan pahala yang diniatkan untuk diberikan kepada orang yang sudah meninggal, meskipun orang itu tidak mendengar; seperti, misalnya, sedekah dan doa."
0 komentar:
Posting Komentar