"Yaa Sayyidi Yaa Rasulullah.mp3"

Pentingnya berMadzhab

>> Senin, 21 Maret 2011

Secara bahasa arti madzhab adalah tempat untuk pergi. Berasal dari kata dzahaba - yadzhabu - dzihaaban . Madzhab adalah akar kata tersebut.

Sedangkan secara istilah, madzhab adalah sebuah metodologi ilmiyah dalam mengambil kesimpulan hukum dari kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Nabawiyah. Madzhab yang kita maksud di sini adalah madzhab fiqih.

Banyak orang salah sangka bahwa adanya madzhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte. Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermadzhab, bahkan ada yang sampai anti madzhab.

Penggambaran yang absurd tentang madzhab ini terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat madzhab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Madzhab-madzhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau perseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam.

Sesungguhnya berpegang teguh pada madzhab tertentu (baca; madzhab yang empat) bisa memudahkan untuk memahami hakikat agama, memudahkan pengertian dan bisa mendorong seseorang untuk lebih bisa men-tahqiq (mendalami secara detail) masalah-masalah syari'at. Dan karena alasan di atas, maka Ulama Salaf dan para masyayikh kita dulu semua bermadzhab.

Kalau ada seorang yang anti madzhab dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah madzhab baru, Sebab yang namanya madzhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang berupaya untuk memahami ke dua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermadzhab, tidak ada di dunia ini orang yang tidak bermadzhab. Semua orang bermadzhab, baik dia sadari atau tanpa disadarinya.
Seseorang boleh mendirikan madzhab sendiri, asalkan dia mampu meng-istimbath (menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah.
Perumpamaan masalah ini seperti kita akan menuju suatu tempat(tujuan seseorang beragama), dengan jalan yang sama (yaitu al-qur'an dan as sunah), tinggal memililih mobil (madzhab) apa, Honda , Suzuki, Daihatsu, Toyota, atau merk lain yang sudah ada dipasaran atau mau membuat sendiri mobilnya, tentu saja rasanya terlalu mengada-ada kalau harus membuat dulu mobil sendiri. Bahkan seorang professor ahli mekanik sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa merepotkan diri bikin mobil, lalu apa salahnya mobil yang sudah ada untuk diamalkan dan dikembangkan.
Meninggalkan madzhab-madzhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik. Akan tetapi boleh saja kalau ada seseorang yang secara khusus belajar syari'ah hingga ke derajat yang jauh lebih dalam lagi daripada Imam – imam pendiri mazhab yang ada, lalu suatu saat merumuskan madzhab baru dalam fiqih Islami.

Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi'iyah. Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama besar lainnya seperti . Imam Bukhori yang Ahli Hadits madzhab fiqhnya mengikuti Imam Syafi'i. beliau mengambil madzhab Syafi'iy dari Imam Humaidi, Imam Za'farony dan Imam Karabisy. Begitu juga Imam Ibnu Huzaimah dan Nasa'i juga bermadzhab Syafi'i.  Dan Imam Junaidi Al Baghdadi bermadzhab fiqh kepada Imam Ats-Tsauri. Imam Sibli Bermadzhab Syafi'iy, Imam Muhasibi bermadzhab Syafi'iy, Imam Al Jariri bermadzhab kepada Imam Hanafi, Syekh Abdul Qodir Al Jailany bermadzhab kepada Imam Hanbali serta Imam Abu Hasan Ali As-Syadzili bermadzhab fiqh kepada Imam Maliki.


 


 


 


 


 


 


 


 

Read more...

Uwais Al-Qarni , tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit

>> Minggu, 20 Maret 2011

Pada zaman Nabi Muhammad Saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendang, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.

Dia adalah "Uwais al-Qarni". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.

Seorang fuqaha' negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri".

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad saw secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menjumpai Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menjumpai Nabi saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah udzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : "Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi saw yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina 'Aisyah ra sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau saw tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang". Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina 'Aisyah ra untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, sayyidatina 'Aisyah ra dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina 'Aisyah ra memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah saw bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu beliau saw, memandang kepada sayyidina Ali kw dan sayyidina Umar ra dan bersabda : "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi saw wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra telah di estafetkan Khalifah Umar ra. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan sayyidina Ali kw mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra dan sayyidina Ali k.w memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? "Abdullah", jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?" Uwais kemudian berkata: "Nama saya Uwais al-Qorni". Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali kw memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata : "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda". Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais. "Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami !" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi," Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: "Apa yang terjadi?" "Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami. "Dekatkanlah diri kalian pada Allah !" katanya. "Kami telah melakukannya." "Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!" Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami, "Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat." "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?" Tanya kami. "Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir." "Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya. "Ya," jawab kami. Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar ra.

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Read more...

Orang tua Rasulullah di syurga

>> Sabtu, 19 Maret 2011


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الذى هدانا لهذا وما كن لنـتهدي لو لا أن هدانا الله

والصلاة والسلام على سيدنا محمد رسول الله

وعلى آله وصحبه الفائزين برضا الله

وبعد

قدموا أعمالكم لدار الآخرة تجدوا عندها فوزا ونجاة


Dakwaan

Diantara dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :

أَنَّ رَ...جُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ


Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah " Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : " dia di neraka" maka ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata " sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka ".

Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perawi Hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma'mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa'ad bin Abi Waqosh :

اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ


Sesungguhnya A'robi berkata kepada Rasulullah SAW " dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : " dia di neraka", si A'robi pun bertanya kembali " dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab " sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka "

Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka. Ma'mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma'mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad. Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :

لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ


Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?

Kemudian turun ayat yang berbunyi :

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم (البقرة : ١١٩)


Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS. al-Baqarah : 119)

Jawaban

Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ


Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (QS. Al-Baqarah : 40)

sampai ayat 124 :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ


dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dengan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : "sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia ". Ibrahim berkata : "(dan saya mohon juga) dari keturunanku ". Allah berfirman : "janjiku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi). (QS. Al-Baqarah : 124)

Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (الإسراء : ١٥)


"dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul." (QS. Al-Isra` : 15)

Kedua orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :

* Al-Qur'an surat As-Syu'ara' : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ


Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagian Ulama' mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya. Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama' menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhnya dan juga pamannya.

* Hadits Nabi SAW :

قال رسول الله (لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات)


" aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula"


Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur'an. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ


"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis"

Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala

* Imam Muslim dan Imam Turmudzi meriwayatkan hadits yang telah mereka sahihkan dari Watsilah bin Asqa' RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد اسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم


Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari turunan Ibrahim dan memilih Kinanah dari turunan Ismail dan memilih Quraisy dari turunan Kinanah dan memilih Bani Hasyim dari turunan Quraisy dan memilih Aku dari turunan Bani Hasyim.

Bahkan dari hadits ini Syekh Ibn Taimiyah berkata : Ketentuan hadits di atas menunjukkan bahwa Ismail dan turunannya adalah orang-orang pilihan dari keturunan Ibrahim.

* Imam Turmudzi meriwayatkan hadits dan menganggapnya Hasan dari 'Abbas bin Abdulmuttholib RA bahwa Nabi SAW bersabda:

إن الله خلق الخلق فجعلني من خير فرقهم ثم تخير القبائل فجعلني في خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني في خير بيوتهم فأنا خيرهم نفسا وخيرهم بيتا


Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk dan menjadikan Aku dari golongan yang paling baik kemudian Allah memilih suku dan menjadikan Aku dari suku yang terbaik kemudian memilih rumah dan menjadikan dalam rumah terbaik mereka. Maka Aku adalah yang paling baik jiwanya dan paling baik rumahnya.

* Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya "Dalailun Nubuwwah" dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أنا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤي بن غالب بن فهر بن مالك بن النضر بن كنانة بن خزيمة بن مدركة بن إلياس بن مضر بن نزار بن معد بن عدنان. وما افترق الناس فرقتين إلا جعلني الله في خيرهما فأخرجت من بين أبوي ولم يصبني شيء من عهر الجاهلية وخرجت من نكاح ولم أخرج من سفاح من لدن آدم حتى انتهيت إلى أبي وأمي فأنا خيركم نسبا وخيركم أبا


Aku adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Gholib bin Fihr bin Malik bin Al-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudlor bin Nizar bin Ma'd bin 'Adnan. Dan tidaklah terpisah golongan manusia kecuali Allah telah menjadikan aku dalam yang terbaik dari dua golongan tersebut. Maka aku dilahirkan dari kedua orang tuaku dan tidak mengenaiku sesuatupun dari kebejatan jahiliyah. Dan aku lahir dari pernikahan dan tidaklah aku lahir dari perzinaan dari mulai Nabi Adam sampai pada ayah ibuku. Maka aku adalah yang terbaik dari kalian dari sisi nasab dan orang tua.

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang menjelaskan tentang orang-orang tua Nabi SAW. Bahwa mereka adalah pilihan Allah SWT. Tidakkah anda melihat kalimat

إن الله اصطفى (sesungguhnya Allah memilih) apakah Allah akan memilih orang kafir sedangkan di sana ada orang yang beriman? Apakah Allah memilih penduduk neraka jika di sana ada penduduk surga? Padahal orang tua Nabi adalah orang-orang pilihan!

Imam Suyuthi berkata dalam kitabnya Masalikul Hunafa

وإن كان المجادل ممن يكتب الحديث ولا فقه عنده يقال له قد قالت الأقدمون المحدث بلا فقه كعطار غير طبيب فالأدوية حاصلة في دكانه ولا يدري لماذا تصلح والفقيه بلا حديث كطبيب ليس بعطار يعرف ما تصلح له الأدوية إلا أنها ليست عنده.‏


 

وإني بحمد الله قد اجتمع عندي الحديث والفقه والأصول وسائر الآلات من العربية والمعاني والبيان وغير ذلك فأنا أعرف كيف أتكلم وكيف أقول وكيف استدل وكيف ارجح وأما أنت يا أخي وفقني الله وإياك فلا يصلح لك ذلك لأنك لا تدري الفقه ولا الأصول ولا شيئا من الآلات والكلام في الحديث والاستدلال به ليس بالهين ولا يحل الإقدام على التكلم فيه لمن لم يجمع هذه العلوم فاقتصر على ما آتاك الله وهو أنك إذا سئلت عن حديث تقول ورد أو لم يرد وصححه الحفاظ وحسنوه وضعفوه ولا يحل لك في الإفتاء سوى هذا القدر وخل ما عدا ذلك لأهله:


 

لا تحسب المجد تمرا أنت آكله * لن تبلغ المجد حتى تلعق الصبرا


 

(مسالك الحنفا في والدي المصطفى ص: ٦٧)


"Jika si pendebat itu seorang pelajar hadits yang tidak memahami fiqh, maka bilang padanya: Para salaf terdahulu berkata. "ahli hadits yang tak mengerti fiqh layakmya penjual obat yang bukan dokter, dia punya obat namun tak tahu kegunaan obat itu. Sebaliknya ahli fiqh yang tak memahami hadis ibarat dokter yang tidak punya obat. Ia mengerti betul kegunaan obat tapi tak memilikinya."

Sedangkan saya, Alhamdulillah, telah menguasai beragam ilmu : hadits, fiqh, usul fiqh, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu ma'ani, bayan dan lain-lain. Aku tahu bagaimana harus bicara, bagaimana mengutip dalil, dan bagaimana menarjih dalil. Sedangkan engkau-semoga Allah memberikan taufiq-Nya padamu dan padaku- belum layak untuk hal seperti itu.

Engkau kurang menguasai fiqh, usul fiqh, juga ilmu-ilmu alat (bahasa arab). Bicara hadits dan mengambil dalil bukanlah hal yang remeh. Bagi yang belum menguasai ilmu-ilmu yang telah kusebut di atas, dilarang membicarakan ini (keimanan ayah bunda baginda Rasul). Cukuplah kau bahas ilmu yang diberikan Allah kepadamu. Bila kau ditanya mengenai suatu hadis, cukuplah katakan, Ini warid ini tidak, hadis itu disahihkan para ahli hadis, dinilai hasan, atau dhaif. Tak patut bagimu melampaui semua itu. Serahkanlah yang lain pada ahlinya. "Jangan kau anggap kemuliaan itu sebutir kurma yang tinggal kau makan. Tak kan kau capai kemuliaan itu sebelum kau kecap obat yang pahit"

(Masalikul hunafa hal. 67)

Syaikh al-Qhadhi salah seorang Imam dari Madzhab Malikiyyah pernah ditanya tentang bahwa orang tua Nabi Saw berada di neraka. Maka beliau menjawab

"MAL'UN (terlaknat org itu) karena Allah Swt berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا


"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan di akherat dan menyiapkan untuk mereka adzab yang hina" (QS. al-Ahzab : 57)

Adakah yang lebih menyakiti hati Rasulullah Saw dari mengatakan bahwa orangtua Rasul Saw berada di neraka ?

Nabi Saw melarang membicarakan jelek kepada orang yang sudah mati dan memeintahkan menutup lisan jika jika sahabat dipermasalahkan, maka menjaga lisan dari mempermasalahkna orantua Nabi Saw lebih berhak.

Renugkanlah kisah dibawah ini, bahwasanya seoarang pembantu Rasul yang bernama Barkah pernah meminum air kencing Rasul Saw yg ada di dalam bejana. Kemudian Nabi Saw menanyakannya "Manakah air yg ada di dalam bejana ini ?" Barkah menjawab "Aku minum wahai Rasul" Rasul Saw bersabda "Jika demikian perutmu tidak disentuh oleh api neraka".

Kemudian pernah Ibnu Zubair diperintahkan oleh Rasul Saw membuang darah bekas cantuk Rasul Saw. Namun Ibnu Zubair malah meminum darah tersebut. Ketika ditanya oleh Rasul Saw "Sudahkah kau buang darah bekas cantukku wahai Ibnu Zubair ?" "sudah wahai Rasul" Rasul bertanya "Di mana ?" ia menjawab "Dalam perutku". Rasul Saw bersabda "Barangsiapa yangg darahnya bercampur dengan darahku, maka ia tidak akan masuk neraka."

Kisah kisah ini disebutkan dalam Hadist-Hadist shohih yg diriwayatkan Daru Quthni.

Dari kisah ini menunjukkan bahwa hukum kelebihan dalam tubuh Nabi Saw adalah suci, tidak najis karena Rasul tdk memerintahkan Barkah dan Ibnu Zubair untuk menyuci mulutnya. Dan hal ini juga menunjukkan bahwa satu tetes dari kelebihan tubuh Nabi Saw yang masuk ke dalam perut orang lain dapat menyelamatkannya dari api nereka. Lalu bagaimana dengan seseoang yg darah dan daging Nabi Saw berasal darinya ?

Berkata syaikhul Islam Ibn Taimiyah dlm mustholahul hadis (11/676)

والجمهور من السلف والخلف على أن ما كانوا فيه قبل مجيء الرسول صلى الله عليه وسلم من الشرك والجاهلية شيأ قبيحا, وكان شرّا لكن لا يستحقون العذاب إلاّ بعد مجيء الرسول.- إلى أن قال- وعلى هذا عامة السلف وأكثر المسلمين. وعليه يدل الكتاب والسنة. فإن فيهما بيان أنّ ما عليه الكفار شرّ وقبيح وسيء قبل الرسل وإن كاتوا لايستحقون العقوبة


Menurut jumhur salaf dan khalaf, perbuatan dan kebiasaan orang-orang sebelum datangnya Rasulullah dari pada syirik dan jahiliyah itu jelek sekali, tetapi tidak berhak diadzab kecuali setelah datangnya Rasulullah. –hingga perkataannya- Ini pendapatnya Ulama salaf dan kebanyakan orang muslim, sesuai dengan al-Quran dn Hadist yang menerangkan bahwa orang kafir itu keji dan buruk sekali walaupun sebelum kedatangan seorang Rasul mereka tidak berhak untk diadzab.

Subhanallah.

Hanya dengan berpegang pada sebuah hadits riwayat Muslim saudara wahabi -semoga Allah membuka hatinya- dengan tegas mengatakan, kalian mengaku Ahlussunnah tetapi tidak percaya apa yang dikatakan dan diakui Rasul sendiri. Bukan kami tidak percaya wahai saudara wahabi, tetapi karena kami tahu mana yang sebenarnya dan mana yang bukan, kami adalah hamba dhaif yang tidak mengerti apa-apa jika tidak ada HIDAYAH dari Allah dan IRSYAD dari guru-guru kami yang mulia.

Akhirnya,

Ya Allah... dengan berkat Rasul Mushtafa, dengan berkat Khulafaurrasyidin, dengan berkat Seluruh Shahabat, dengan berkat Imam Mujtahid, dengan berkat Auliya dan Ulama berilah hidayah dan petunjuk kepada kami dalam menegakkan Sunnah sesuai dengan tuntutan Rasulullah yang berkesinambungan melalui "lidah" Shahabat, Tabi'in, Tabi' Tabi'in, Ulama Mutaqaddimin dan Muta-akh-khirin dan Guru-guru kami yang masih senantiasa ikhlas memberi ilmu kepada kami. Amin Ya Rabbal 'alamin.

wallahua'lam bish-shawab

Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP